Bekerja Dengan Hati Nurani, Motivasi Etos Kerja Profesional - Fauziah Rachmawati | Pendidik dan Penulis

Breaking

Iklan

Sabtu, 24 Juni 2017

Bekerja Dengan Hati Nurani, Motivasi Etos Kerja Profesional

Bekerja Dengan Hati Nurani,Motivasi Etos Kerja Profesional

Tanggal 18-20 Juni 2017 saya mengikuti Rapat Kerja Kepala Sekolah mewakili Kepala Sekolah yang berhalangan. Saya bukan kepala sekolah, hanya mewakili saja.
Salah satu materi yang disampaikan adalah Bekerja dengan Hati Nurani, Motivasi Etos Kerja Profesional oleh Bapak Akh. Muwafik Saleh dari Universitas Brawijaya.
Sebelum saya menulis ini, saya sudah meminta izin kepada beliau untuk menuliskan materi beliau di blog. Karena saya merasa materi beliau sangat berguna. Jadi sayang kalau tidak dibagi-bagi. Bukankah berbagi tidak pernah rugi? ^_^
Sebelum ke materi, saya akan mengenalkan beliau terlebih dahulu. Bapak Muwafik Saleh adalah Dosen FISIP, Pembantu Dekan III bidang kemahasiswaan, Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya,Pimpinan Lembaga Pelatihan Kepemimpinan Komunikasi, Motivasi, dan Pengembangan Diri Insan Madani, Penulis buku Bekerja dengan Hati Nurani, Belajar dengan Hati Nurani, Membangun Karakter dengan Hati Nurani.
Oke lanjut ke materi…
Sebagai pemanasan beliau menyampaikan tantangan negeri ini, mulai dari MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada tahun 2015. Dalam MEA, negara-negara lain selain kita bebas melakukan transaksi ekonomi, bebas biaya masuk negara kita akibatnya harga jual lebih murah, konsekuensi kalau harga lebih murah harus bersaing dari segi kualitas.
Lanjut ke 2020 Free Trade Area (Asia Pasific) yang berarti Perdagangan Bebas pada tahun 2020 dan
Bonus Demografi (limpahan penduduk yang sangat banyak) tahun 2025.
Situasi seperti ini tantangan atau ancaman? Tantangan atau ancaman?
Jawabannya bergantung bagaimana kita mempersiapkan generasi muda
Apa saja yang perlu disiapkan untuk mempersiapkan generasi muda?
1.      Knowledge
Anak-anak harus kuat membaca.
Ditanya siapa yang suka beli buku, saya mengacungkan tangan. Tapi dasar memang saya imut, jadi tidak kelihatan hahahha…
Dan lanjut ke materi guru harus suka baca, harus punya perpustakaan, dan harus dicek kualitas bacanya.
Batin saya, udah pak.. saya udah punya, udah ikut Reading Challenge 65 halaman/hari. Sok sokan padahal nggak semua isi buku dihapal hehehe
2.      Skill
Penting untuk memnumbuhkan kreativitas anak
3.      Attitude (sikap, perilaku)
Sikap anak sekarang beda dengan anak jaman dulu

Usia 21 lebih dewasa jaman sekarang dan jaman dulu? Jaman dulu usia 21 berani mengambil resiko, menentukan pilihan, dan lebih survive. Coba kita bandingkan, saat ini teknologi ada, asupan gizi bagus, tapi kematangan tidak.
Ditambah Indonesia Darurat Narkoba. Kondisi gawat, sampai-sampai takut mengeluarkan anak.
Plus Proxy war dan neo imperialism. Perangnya tidak kelihatan, musuhnya siapa tidak jelas. Karena kita tarung dengan orang kita sendiri. Desain uang RI, apakah ini termasuk proxy war? Karena desainnya sama persis dengan Cina. Wallahu’alam.
Dulu jaman perjuangan lihat bendera jatuh kita ambil, sekarang anak-anak tidak tahu lagi lagu perjuangan. Dulu masih kenal sejarah negeri ini karena dulu masih ada pelajaran PSPB. Dulu kita tahu jati diri bangsa. Sekarang? Masih.tapi entah seberapa.
Bila kita tilik ke belakang.
Tahun 1945 antara Jepang dan Indonesia. Di tahun yang sama, di tanggal yang tak jauh berbeda. Jepang di bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang hancur. Indonesia proklamasi.
Sekarang sudah 72 tahun dan lihat bedanya sekarang. Jepang bisa membuat kereta cepat sedang kita dalam 72 tahun belum bisa secanggih di Jepang.
2011 saat tsunami, Jepang bisa antri dalam penerimaan bantuan. Kalau di Indoensia antrinya berantakan. Contoh sepele adalah ketika seminar pasti banyak sampah tercecer.

Faktor yang menghambat perubahan
1.      Faktor kebiasaan
2.      Lebih suka yang mudah
3.      Dibatasi budaya
Tiga faktor inilah yang bikin kita sulit berubah
Saat menjelaskan ini, kami diminta menghubungkan 9 titik dengan 4 garis, tanpa terputus.
Sebagian besar kita biasanya akan membuat garis seperti ini. Namun ternyata garisnya kurang.

Garis hitam, tepat sasaran.

Kebagian kita terpaku pada garis kebiasaan. Kalau menilik pada masalah, sebagian solusi berasal dari kebiasaan. Padahal masalah datang biasanya di luar kebiasaan. Saat solusi dari luar kebiasaan inilah biasanya akan muncul kata “kok” , “lho”. Biasanya akan ada penolakan.
Tapi kalau tidak keluar dari kebiasaan, tidak akan keluar dari kebiasaan. Jadi kepala sekolah harus punya pikiran di luar batas kota ini. Out of the box. Keluar dari pembatas kotak pikiran kita.
Pemimpin harus berpikir jauh dari biasanya, walaupun mungkin banyak orang melakukan penolakan. Kuncinya da pada pikiran kita, mindset kita. Kita akan menjadi seperti yang kita pikirkan. Sukses tidak hadir secara ajaib.

Gambar segitiga, ada berapa segitiga? Ketika menjawab 2 berarti kita memiliki batasan pada diri kita. Bukankah segitiganya hanya satu? Pembatas terbesar dalam hidup adalah batasan yang ada di pikiran kita. Pembatas itu adalah kata “tidak bisa”. Kenapa militer hebat? Karena jawabannya satu: siap! Tidak ada jawaban sebentar komandan, saya pikir dulu. Kita buat guru-guru jawabannya “siap”.
Kalau pikiran tidak bisa dibuka, tidak akan bisa menerima. Jadi tugas kepala sekolah adalah bagaimana membuka pikran para guru. Tidak ke siswa atau orang tua dulu, tapi guru dahulu. Kalau guru-guru sudah membuka pikiran, sedikit sekali diberi penjelasan, pasti akan masuk.
Kualitas seseorang adalah kualitas pikiran. Jadi yang harus kita selesaikan adalah pikiran kita. Biasakan diri mencatat agenda. Dinamakan manusia karena sukanya lupa. Live mapping (peta hidup). Sejak SD anak penting untuk diajari bagaimana membuat peta hidup, merancang masa depan.
Pelatihan kali ini benar-benar bikin kita instropeksi. Siap tidaknya kita menghadapi dunia adalah bergantung pada diri kita sendiri.

4 komentar:

  1. Nice sharing. Setuju, somehow attitude anak jaman sekarang beda sama generasi kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mb Ges.. bener banget.. makanya sekarang mulai marak pendidikan karakter..hehe

      Hapus
  2. Kebiasaan berada di zona nyaman seringkali membuat kita gak kreatif memecahkan masalah ya, Mbak.
    Nice sharing, Mbak. Makasih :)

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat. Jangan lupa komen ya