Curhat Guru: Antara Tugas yang Menumpuk dan Mata yang Perlu Dijaga
Menjadi guru di era digital saat ini
bukan sekadar berdiri di depan kelas, tapi juga mendidik, membimbing,
mendengarkan, sekaligus menjadi penulis laporan, editor kurikulum, bahkan
kadang content creator untuk video pembelajaran. Dan semua itu... dilakukan di
depan layar.
Pagi-pagi buta, alarm berbunyi.
Belum sempat membuka mata dengan sempurna, sudah terbayang daftar panjang tugas
hari ini. Dari persiapan mengajar, mengedit video, cek deadline, membuat soal,
hingga mempersiapkan asesmen dan mendampingi kegiatan siswa.
Hari-hari dipenuhi dengan tatapan ke
gawai dan laptop. Dari rapat daring, membuat PowerPoint, menyusun LKPD digital,
hingga memeriksa tugas siswa yang masuk larut malam. Laptop menjadi
sahabat paling setia. Dari pagi hingga malam. Zoom meeting, presentasi, membuat
LKPD digital, menilai hasil kerja siswa, menyusun laporan. Semua harus di
layar. Sampai akhirnya, mata ini memberi
sinyal: perih, kering, seolah ada pasir yang menyelinap di balik kelopak.
Awalnya saya tidak terlalu menganggap serius. Tapi semakin lama, mata mulai protes. Rasanya kering, kadang seperti berair meski tidak menangis. Penglihatanku buram saat tubuh capek. Saya mulai merasa khawatir. Pandangan kabur, kepala terasa berat, bahkan rasa nyeri menjalar hingga pelipis.
Saya
sempat mengira ini akibat usia. Tapi setelah membaca beberapa artikel
kesehatan, saya sadar bahwa ini adalah gejala digital eye strain,
atau sindrom kelelahan mata karena terlalu lama menatap layar. Ternyata, ini
umum terjadi, bukan hanya pada guru, tapi juga siswa yang ikut pembelajaran
daring dan para pekerja kantoran.
Saya sadar, sebagai guru, kesehatan
mata adalah aset penting. Bagaimana bisa membimbing siswa jika tak bisa melihat
dengan nyaman? Saat itulah saya mulai mengubah rutinitas. Mulai menerapkan
istirahat 20-20-20 (setiap 20 menit menatap layar, alihkan pandangan ke objek
sejauh 20 kaki selama 20 detik). Tapi, di tengah deadline dan tanggung jawab
yang mendesak, kadang tetap butuh pertolongan cepat.
Sahabatku saat ini bernama INSTO.
Sebenarnya saya ragu menggunakan
tetes mata. Ada kekhawatiran tentang ketergantungan. Tapi setelah membaca lebih
lanjut dan berkonsultasi, saya tahu itu hanya mitos. Akhirnya saya mencoba INSTO
Dry Eyes untuk mata kering karena layar.
Rasanya? Lega. Segar. Seperti mata
ini di-reset ulang. Kini, saat merasa mata mulai lelah, saya berhenti sejenak,
teteskan Insto, dan kembali lanjut dengan lebih nyaman.
Insto
bukan hanya sekadar tetes mata. Bagi guru sepertiku, dia seperti penyelamat
kecil dalam botol mungil. Saya biasa memakai Insto Dry Eyes
untuk mengatasi mata kering karena layar gadget. Rasanya seperti meneteskan
kesegaran langsung ke mata. Tidak pedih, cepat meresap, dan langsung terasa
nyaman.
Mengapa Insto Penting?
Insto bukan sekadar tetes mata
biasa. Ia hadir untuk menjawab kebutuhan mata modern yang rentan lelah akibat
gaya hidup digital. Saat mata terasa kering setelah berjam-jam mengetik, atau
ketika rasa perih mulai datang usai scroll media sosial tanpa henti, Insto bisa
langsung memberi kelegaan. Bahkan untuk para guru, siswa, atau content creator
yang bergantung penuh pada mata, Insto bagaikan penyegar alami yang
menyelamatkan hari.
Kelebihan Insto yang Patut Dikenal:
- ✅ Meredakan Mata Kering dan Iritasi
- Insto Dry Eyes mengandung air mata buatan yang bisa menggantikan kelembapan alami mata yang hilang karena paparan AC, layar, atau debu.
- ✅ Mengurangi Kemerahan
- Insto Regular efektif mengurangi mata merah karena
iritasi ringan. Cocok dipakai setelah aktivitas panjang atau saat mata
terasa "berat".
- ✅ Sensasi Segar Instan
- Setiap tetes Insto memberikan rasa segar yang langsung
terasa. Seolah mata "bernapas" kembali setelah lelah bekerja
seharian.
- ✅ Mudah Dibawa dan Digunakan
- Kemasannya kecil dan praktis, bisa disimpan di tas
kerja, laci meja, atau bahkan di saku baju. Tinggal teteskan, dan kamu
siap kembali fokus!
- ✅ Terbukti Aman dan Terpercaya
- Insto telah lama dipercaya masyarakat Indonesia dan
terdaftar di BPOM, sehingga aman digunakan sehari-hari sesuai aturan
pakai.
Sekarang, saya tidak ragu lagi membawa Insto ke mana-mana. Ada di tas kerja, di meja guru, bahkan di rak dekat tempat tidur. Sebab sering kali, saat malam datang dan tugas belum selesai, mata sudah lelah duluan. Dan percayalah, sebagai guru, kita jarang benar-benar selesai dengan tugas.
Saya pun mulai membagikan cerita ini
ke rekan-rekan guru. Banyak yang mengaku mengalami hal serupa, tapi tidak tahu
harus bagaimana. Padahal, kita harus menjaga diri agar bisa terus menjaga masa
depan anak-anak kita.
Saya percaya, menjaga mata tetap sehat adalah bagian dari menjaga semangat.
Karena mata bukan hanya alat melihat, tapi juga jendela ekspresi saat kita
menyapa anak-anak, saat kita menunjukkan empati, dan saat kita menyampaikan
ilmu dengan penuh cinta.
Saya membayangkan jika semua guru mulai sadar akan pentingnya menjaga
kesehatan mata, mungkin suasana di ruang kelas akan jauh lebih cerah. Bukan
hanya karena cahaya dari proyektor, tapi dari tatapan yang jernih dan semangat
yang tidak redup.
Jadi, menjadi guru bukan berarti
harus terus kuat tanpa istirahat. Kita juga manusia. Merawat diri—termasuk
merawat mata—adalah bagian dari tanggung jawab profesi. Karena bagaimana kita
bisa menyinari jalan siswa, jika cahaya dari mata kita mulai meredup?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat. Jangan lupa komen ya