Jika Aku Menjadi Pendesain Pembelajaran Konstruktivistik - Fauziah Rachmawati | Pendidik dan Penulis

Breaking

Iklan

Senin, 18 Juli 2016

Jika Aku Menjadi Pendesain Pembelajaran Konstruktivistik


Salah satu kabar gembira ketika menjadi mahasiswa adalah saat mendengar dosen dilantik menjadi guru besar. Senang, bangga, serta memotivasi saya untuk terus belajar. 

Salah satu dosen yang dilantik menjadi guru besar adalah Bapak Prof. Dr. Mustaji, M.Pd. pengampu mata kuliah Kajian dan Pengembangan Kurikulum SD.
Saat itu kami mendapat pidato pengukuhan beliau saat menjadi guru besar. 

Setelah membacanya, sayang sekali kalau saya tidak membaginya di blog ini.
DI bawah ini hanya rangkuman pidato pengukuhan guru besar. Aslinya lumayan tebal.

Lima hal baru yang perlu diimplementasikan di Sekolah Dasar yang terdapat dalam pidato pengukuhan “Jika Aku Menjadi Pendesain Pembelajaran Konstruktivistik” :

1.    Pembelajaran didesain agar peserta didik mampu memecahkan masalah (problem based learning)
Pembelajaran di Sekolah Dasar harus memberi ruang bagi peserta didik agar mereka mampu mengolah informasi, memecahkan masalah, melakukan kolaborasi, dan mandiri. Pengembangan kemandirian, kemampuan mengolah informasi, dan kemampuan untuk terus mengembangkan diri sangat diperlukan bagi peserta didik agar dapat mengikuti perkembangan zaman.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan konsep pembelajaran yang dimulai dengan pemecahan masalah oleh siswa dengan bekal pengetahuan yang sudah dimilikinya. Ketika siswa diberikan suatu masalah, otomatis siswa secara aktif dan mandiri akan menyelesaikannya, bahkan pembelajaran berbasis masalah bisa juga membuat siswa belajar secara kolaborasi dengan siswa yang lain. Dengan demikian, ketika siswa diajar dengan pembelajaran berbasisi masalah, pembelajaran akan berpusat kepada siswa, siswa akan mengkonstruk pengetahuan sendiri, sehingga pembelajaran pun akan lebih bermakna.

2.    Pembelajaran kolaborasi (collaborative learning)
Pembelajaran kolaborasi merupakan strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerja sama dalam kelompok kecil ke arah satu tujuan. Artinya dalam pembelajaran kolaborasi memfokuskan bagaimana memaksimalkan partisipasi dan keaktifan dalam belajar, serta bagaimana siswa dapat mengkonstruk sendiri ilmu pengetahuan untuk menjadi miliknya. Dalam pembelajaran kolaborasi ini, peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan membimbing menemukan alternatif pemecahan bila terjadi siswa mengaami kesulitan belajar. Dengan demikian, ketika pembelajaran kolaborasi dilakukan, siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga pembelajaran pun lebih bermakna.
Pengembangan kolaborasi ini dapat mengembangkan kemampuan menghadapi tantangan, kepemimpinan, dan meresponn situasi secara adaptif yang sangat diperlukan untuk hidup di masyarakat industri. Aku menang, kamu menang adalah inti kolaborasi.


3.    Pembelajaran berpusat pada siswa (student centered)
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) diharapkan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya, sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa adalah sebagai fasilitator, yang dalam hal ini guru memfasilitasi proses pembelajaran di kelas.
Dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa menghasilkan siswa yang berkepribadian, pintar, cerdas, aktif, mandiri, tidak bergantung pada pengajar, melainkan mampu bersaing atau berkompetisi dan memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik. Dalam menerapkan konsep Student-Centered Leaning, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya. Keunggulannya, antara lain :
a.       Siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi,
b.      Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran,
c.       Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara siswa,
d.      Mengaktifkan siswa

4.    Belajar dengan melakukan (learning by doing)
Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang harus selalu dicekoki dengan sejumlah informasi, siswa sudah punya pengalaman, dengan itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan, tantangan untuk menerapkan, mempraktikkan konsep atau teori yang sudah diperoleh. Sesuai dengan pendapat Confucius (Kong Hu Cu) bahwasanya “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya kerjakan, saja pahami”. Hal ini menunjukkan bahwa ketika siswa belajar dengan melakukan (learning by doing) siswa akan lebih paham dan pembelajaran lebih bermakna. Begitu pula dengan daya ingat (retensi) siswa, ketika hanya mendengarkan hanya 5% daya ingat yang dimiliki siswa, berbeda ketika dengan melakukan, daya ingat siswa sampai 75%.
Lingkungan merupakan sumber belajar yang kaya dan menarik untuk anak-anak. Lingkungan mana pun bisa menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak. Jika pada saat belajar di kelas anak diperkenalkan oleh guru mengenai binatang, dengan memanfaatkan lingkungan anak akan dapat memperoleh pengalaman yang lebih banyak lagi.. Memanfaatkan lingkungan sekitar dengan membawa anak-anak untuk mengamati lingkungan akan menambah keseimbangan dalam kegiatan belajar. Artinya belajr tidak hanya terjadi di ruangan kelas namun juga di luar ruangan kelas dalam hal ini lingkungan sebagai sumber belajar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial, dan budaya, perkembangan emosional serta intelektual.

5.    Penilaian portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dari perjalanan satu ke perjalanan selanjutnya secara terus menerus dalam satu periode tertentu. Dengan demikian, ketika seorang guru melakukan penilaian portofolio, guru dapat memperoleh dokumentasi (rekam jejak) prestasi siswa secara akurat. Selain itu juga, penilaian portofolio juga bisa dijadikan informasi bagaimana cara siswa belajar, sehingga siswa dapat memperbaikinya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat. Jangan lupa komen ya