Review Film Chalk and Duster - Fauziah Rachmawati | Pendidik dan Penulis

Breaking

Iklan

Sabtu, 16 Februari 2019

Review Film Chalk and Duster




“Zie, kamu harus nonton ini!” pesan Pak Mashdar Zainal, Cerpenis Nasional yang udah semacam saudara ketemu gedhe. Penulis Cerpen dan Novel ini adalah salah satu pengepul film yang sering memberi info film kece dan nggak pelit ngasih saya film. Jadi kalau ketemu harus siap dengan flashdisk kosong atau hardisk dengan volume cukup besar hehehe.
Daaaan… bisa dibilang saya menyesal mengapa baru nonton film yang produksi 15 Januari 2016 ini pada tahun 2019. Kemana aja selama ini? *ngaca. Salut deh buat India yang pada tahun 2016 bikin film pendidikan oke punya ini.
Ehm.. sebelum bahas cerita film, sedikit info tentang Chalk & Duster ya…
Rilis
15 Januari 2016
Negara
India
Bahasa
Hindi
Sutradara
Jayant Gilatar
Produser
Amin Surani
Pemeran
Juhi Chawla, Zarina Wahab, Shabana Azmi, Divya Dutta, Upasna Singh, Girish Karnad, Aarya Babbar, Sameer Soni, Jackie Shroff, Richa Chaddha
Musik
Sandesh Shandilya
Sinematografi
Baba Azmi
Distributor
Sony Pictures Entertainment

Ok, lanjut di cerita film…
Mau versi yang bikin penasaran atau spoiler nih? Hahaha..

Versi bikin penasaran dulu ya…

Selama menonton film ini, hati saya diaduk. Idenya sebenarnya sederhana. Kisah dua orang guru yang bernama Vidya (Shabana Azmi) sebagai guru Matematika dan Jyoti (Juhi Chawla) sebagai guru Sains. Mereka bekerja di salah satu sekolah menengah di Mumbai. Mereka memiliki passion mendidik anak, ini terlihat bagaimana mengajar peserta didik dengan penuh cinta. Mereka mampu membangun keterikatan dengan peserta didik.
Klimaks dimulai saat kehadiran kepala sekolah baru Kamin Gupta (Divya Dutta). Kepala sekolah baru ini memiliki keinginan agar sekolah yang dipegangnya menjadi sekolah terbaik dan elite dengan menjadikan uang segalanya. Bagaimana caranya? Doi ingin melenyapkan guru-guru yang sudah berumur. Tidak dengan mengeluarkan tapi membuat  suasana yang bikin tidak betah hingga keluar dengan sendirinya.
Berbagai adegan melawan ketidakadilan di Lembaga pendidikan, pendidikan yang dikomersialkan, dan main pecat buat yang protes diperlihatkan melalui film ini. Kritiknya dapet banget.
Apakah usaha kepala sekolah ini berhasil? Bagaimana respon guru-guru senior saat diambil haknya? Bagaimana nasib mereka? Apa yang terjadi berikutnya?
Udah, versi bikin penasarannya sampai di sini dulu. Intinya saat melihat ini, siapkan tisu, saya nangis bombai karena haru.

Next versi spoilernya ya…

Usaha kepala sekolah baru mengeluarkan guru senior berhasil! Vidya sakit dan masuk rumah sakit. Kabar ini rupanya menybar, hingga tersiar di televisi. Mulailah perang media. Terang-terangan Kamin Gupta bilang kalau Vidya dan Jyoti bukanlah guru yang tepat, cara mengajarnya kuno.
Namun satu hal yang tak disangka, murid-murid mereka yang sudah jadi “orang” satu-satu tampil di TV dan memberikan testimoni positif ke masyarakat. Siapa yang tidak nangis saat murid yang sudah jadi ilmuwan, professor, astronot, pejabat, apparat, dan berbagai jabatan bergengsi tiba-tiba muncul dan membela gurunya.
Pihak sekolah geram! Untuk membenarkan pendapatnya kalau dua guru ini kurang berkualitas, pihak sekolah meminta Vidya dan Jyoti mengikuti kuis Who Wants to be a Millionaire untuk membuktikan kredibilitasnya. Peraturan permainan ini adalah bagi yang kalah harus menerima konsekuensi berhenti mengajar. Kalau menang, pihak sekolah akan minta maaf dan memberi hadiah. Sebenarnya bukan masalah hadiah sih, tapi ini masalah harga diri.
Dalam pembuatan soal Who Wants to be a Millionaire , kepala sekolah melibatkan banyak pihak. Ya, biar soalnya sulit dan tidakbisa dijawab hehehe.
Sebenarnya saya merasa lucu, menggunakan kuis untuk membuktikan kredibilitas. Semacam Slumdog Millioners. Ketegangan dan dramatisasi di kuis kurang gregetnya pula. Namun ini tertutupi oleh soal-soal yang bikin saya nambah pengetahuan hehehe. Soal-soalnya unik dan bikin manggut-manggut.
Endingnya? Dua guru ini menang! Yeaaai… ini bagian mudah ditebak.. cuman okelah, cara menjawabnya untuk beberapa soal yang diajukan cukup unik.
Then hadiahnya bikin apa? Hadiahnya buat bikin sekolah dengan harga terjangkau, biar anak-anak nggak bingung sekolah dimana. Poin ini sama dengan rencana jangka panjang saya. Bikin sekolah islam elite tapi biaya terjangkau. Mohon doanya ya…
 
sumber: koimoi.com
Lanjut di performance…
Saya salut dengan Divya Duttaalias kepala sekolah baru. Performance antagonisnya dapet banget. Bikin aya gemes, mangkel, pingin nabok hahaha…
Shabana Azmi alias Vidha juga. Waktu ada aturan guru tidak boleh duduk,dia benar-benar menjiwai, bikin sedih dan mangkel ke KS. Sampai dia demamdantetap mengajar. Duh habis hati saya.
Juhi Chawla atau Bu Jyoti, memperlihatkan kalau doi adalah guru sains yang cerdas! Kalau dilihat gaya belajarnya visual kinestetik. Mudah meniru gaya seseorang dan bisa menghapal bacaan yang pernah dibaca. Satu adegan yang bikin saya ikut tegang adalah saat pertanyaan tentang siapa yang mendesain mobil pertama kali. Harah siapa? Jyoti berusaha mengingat saat ia dan suaminya membeli mobil di dealer. Saat dia membaca brosur. Di sanalah ia ingat siapa yang mendesain mobil untuk pertama kalinya.
Jadi cerita di sini benar-benar terkonsep ada benang merah dari satu adegan ke adegan lain. Jadi ingat film Rabbane Jodi, mengapa Sharul Khan menjadi pegawai PLN? Ini karena ada adegan dia menyatakan cinta di atas bukit, ia membuat tanda love dari lampu rumah penduduk. Jadi beberapa penduduk lampunya dimatiin, bisa aja hehehe.
Oke kembali ke film Chalk and Duster, apakah film ini benar-benar berkualitas? Apakah bisa menjawab sebagian masalah pendidikan di Indonesia eh India? Apakah layak ditonton guru, penilik sekolah, kepala sekolah, dan aparatsekolah lain? Penasaran, yuk segera tonton.

6 komentar:

  1. Jadi penasaran Mbak Zie
    Nonton ah. . .

    BalasHapus
  2. Wah, jarang-jarang baca review film India nih saya. Nonton film-nya pun terakhir apa, ya? Udah lama sekali ;)

    Dari ulasan Mbak Zie, menarik nih film-nya. Temanya tak biasa. Bagus sebagai bahan renungan tentang mendidik murid secara tulus, juga tentang komersialisasi pendidikan. Nanti coba saya cari di iflix ahh...

    Btw, smg cita2 Mbak Zie tercapai, ya. Aamiin

    BalasHapus
  3. Amiin...semoga tercapai ya cita-citanya bikin sekolah mbak.Ntar aku ngelamar jadi kepala TU. hehehe. Cuss download pilmnya

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat. Jangan lupa komen ya